Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 03 September 2019

Strategi Pembelajaran

Macam-Macam Pendekatan Pembelajaran

  1. Pengertian Pendekatan Pembelajaran
  2. Pendekatan
    Istilah pendekatan berasal dari bahasa Inggris approach yang salah satu artinya adalah “Pendekatan”. Dalam pengajaran, approach diartikan sebagai a way of beginning something ‘cara memulai sesuatu’. Karena itu, pengertian pendekatan dapat diartikan cara memulai pembelajaran. Dan lebih luas lagi, pendekatan berarti seperangkat asumsi mengenai cara belajar-mengajar. Pendekatan merupakan titik awal dalam memandang sesuatu, suatu filsafat, atau keyakinan yang kadang kala sulit membuktikannya. Pendekatan ini bersifat aksiomatis. Aksiomatis artinya bahwa kebenaran teori yang digunakan tidak dipersoalkan lagi.
    Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teorItis tertentu.
    Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
    1. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach), dimana pada pendekatan jenis ini guru melakukan pendekatan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran, dan
    2. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach), dimana pada pendekatan jenis ini guru menjadi subjek utama dalam proses pembelajaran.
  3. Fungsi Pendekatan dalam Pembelajaran
  4. Fungsi pendekatan bagi suatu pembelajaran adalah :
    1. Sebagai pedoman umum dalam menyusun langkah-langkah metode pembelajaran yang akan digunakan.
    2. Memberikan garis-garis rujukan untuk perancangan pembelajaran.
    3. Menilai hasil-hasil pembelajaran yang telah dicapai.
    4. Mendiaknosis masalah-masalah belajar yang timbul, dan
    5. Menilai hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilaksanakan.
  5. Macam-Macam Pendekatan dalam Pembelajaran
    1. Pendekatan Kontekstual / Contextual Teaching and Learning (CTL)
    2. Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinya.
      Pendekatan konstektual merupakan pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.pendekatan kontekstual sendiri dilakukan dengan melibatkan komponen komponen pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya.
      Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu :
      1. Mengaitkan. adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
      2. Mengalami. merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
      3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
      4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
      5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan

      Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan dalam Pendekatan Kontekstual
      Hal-hal yang diperlukan untuk mencapai sejumlah hasil yang diharapkan dalam penerapan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut :
      1. Guru yang berwawasan. Maksudnya yaitu guru yang berwawasan dalam penerapan dan pendekatan.
      2. Materi dalam pembelajaran.Dalam hal ini guru harus bisa mencari materi pembelajaran yang dijiwai oleh konteks perlu disusun agar bermakna bagi siswa.
      3. Strategi metode dan teknik belajar dan mengajar.Dalam hal ini adalah bagaimana seorang guru membuat siswa bersemangat belajar, yang lebih konkret, yang menggunakan realitas, lebih aktual, nyata/riil, dsb.
      4. Media pendidikan.Media yang digunakan dapat berupa situasi alamiah, benda nyata, alat peraga, film nyata yang mana perlu dipilih dan dirancang agar sesuai dan belajar lebih bermakna.
      5. Fasilitas.Media pendukung pembelajaran kontekstual seperti peralatan dan perlengkapan, laboratorium, tempat praktek, dan tempat untuk melakukan pelatihan perlu disediakan.
      6. Proses belajar dan mengajar. Hal ini ditujukan oleh perilaku guru dan siswa yang bernuansa pembelajaran kontekstual yang merupakan inti dari pembelajaran kontekstual.
      7. Kancah pembelajaran.Hal ini perlu dipilih sesuai dengan hasil yang diinginkan.
      8. Penilaian.Penilaian/evaluasi otentik perlu diupayakan karena pada pembelajaran ini menuntut pengukuran prestasi belajar siswa dengan cara- cara yang tepat dan variatif, tidak hanya dengan pensil atau paper test.
      9. i) Suasana.Suasana dalam lingkungan pembelajaran kontekstual sangat berpengaruh karena dapat mendekatkan situasi kehidupan sekolah dengan kehidupan nyata di lingkungan siswa.

      Karakteristik Pembelajaran CTL
      1. Kerjasama.
      2. Saling menunjang.
      3. Menyenangkan, tidak membosankan.
      4. Belajar dengan bergairah.
      5. Pembelajaran terintegrasi.
      6. Menggunakan berbagai sumber.
      7. Siswa aktif.
      8. Sharing dengan teman.
      9. Siswa kritis guru kreatif.
      10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
      11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain

      Tahapan-tahapan Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual
      Tahapan pelaksanaan pembelajaran kontekstual antara lain :
      1. Mengkaji materi pelajaran yang akan diajarkan.
      2. Mengkaji konteks kehidupan siswa sehari-hari.
      3. Memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan kehidupan siswa.
      4. Menyusun persiapan proses KBM yang telah memasukkan konteks dengan materi pelajaran.
      5. Melaksanakan proses belajar mengajar kontekstual.
      6. Melakukan penilaian otentik terhadap apa yang telah dipelajari siswa.

      Kelebihan pendekatan Kontekstual
      1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
      2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

      Kelemahan Pendekatan Kontekstual
      1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
      2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

    3. Pendekatan Kontruktivisme
    4. Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang lebih menekankan pada tingkat kreatifitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru yang dapat diperlukan bagi pengembangan diri siswa yang didasarkan pada pengetahuan.
      Pada dasarnya pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam peningkatan dan pengembangan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa berupa keterampilan dasar yang dapat diperlukan dalam pengembangan diri siswa baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat.
      Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran guru hanya sebagai pembibimbing dan pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Olek karena itu , guru lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan ide-ide baru yang sesuai dengan materi yang disajikan unutk meningkatkan kemampuan siswa secara pribadi.Jadi pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih mengutamakan pengalaman langsung dan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
      Secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial. Tidak ada satupun teori belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya pendekatan yang khusus dalam pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam pembentukan pengetahuan (konstruktivisme sosial); sedangkan yang lain seperti Piaget melihat konstruksi individu lah yang utama (konstruktivisme individu).

      Konstrukstivisme Individu
      Para psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu, kepercayaan, konsep diri atau identitas adalah mereka yang biasa disebut konstruktivis individual. Riset mereka berusaha mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang membentuk struktur emosional atau kognitif dan strateginya

      Konstrukstivisme Sosial
      Berbeda dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial, yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersama-sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan kemampuan belajar individual.

      Ciri-ciri pendekatan konstruktivisme
      • Dengan adanya pendekatan konstruktivisme, pengembangan pengetahuan bagi peserta didik dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui kegiatan penelitian atau pengamatan langsung sehingga siswa dapat menyalurkan ide-ide baru sesuai dengan pengalaman dengan menemukan fakta yang sesuai dengan kajian teori.
      • Antara pengetahuan-pengetahuan yang ada harus ada keterkaitan dengan pengalaman yang ada dalam diri siswa.
      • Setiap siswa mempunyai peranan penting dalam menentukan apa yang mereka pelajari.
      Peran guru hanya sebagai pembimbing dengan menyediakan materi atau konsep apa yang akan dipelajari serta memberikan peluang kepada siswa untuk menganalisis sesuai dengan materi yang dipelajari

      Prinsip Pendekatan konstruktivisme
      Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Konstruktivime akan mengaktifkan siswa secara aktif sehingga pembelajaran yang didapat oleh siswa lebih didasarkan pada proses pencapaian pengetahuan itu bukan pada hasilnya.
      Prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pembelajaran. Menurut Suparno (1999:73) ada beberapa prinsip dari konstruktivisme antara lain:
      • Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif .
      • Tekanan dalam pembelajaran terletak pada siswa.
      • Mengajar adalah membantu siswa belajar.
      • Tekanan dalam pembelajaran lebih pada proses bukan pada akhir .
      • Kurikulum menekankan pada partisipasi siswa.
      • Guru adalah fasilitator.
      Sedangkan menurut Brooks & Brooks (dalam Subana, 2001:47)”prinsip konstruktivisme yaitu:
      • Ajukan masalah yang relevan dengan siswa,
      • Struktur pembelajaran pada konsep-konsep eensial,
      • Usahakan menemukan dan menilai pandangan siswa,
      • Adaptasikan kurikulum, dan
      • Ukur belajar siswa dalam konteks belajar.
      Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme antara lain siswa aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuan baru sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dalam mengkonstruksikan pengetahuan tersebut sebagaimana tuntunan kurikulum.

      Karakteristik Pembelajaran Konstruktivisme
      Adapun karakteristik pendekatan konstruktivisme menurut Driver (dalam Paul, 1996:69) bahwa karakteristik pembelajaran konstruktivisme adalah:
      1. Orientasi ialah siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik
      2. Elicitasi ialah membantu siswa untuk mengungkapkan idenya secara jelas
      3. Retrukturisasi ide terdiri dari klarifikasi ide, membangun ide yang baru, mengevaluasi ide baru dengan eksperimen
      4. Penggunaan ide dalam banyak situasi
      5. Review adalah bagaimana ide itu berubah.
      Sedangkan menurut Smorgansbord (1997:54)) menyatakan beberapa karakteristik tentang konstruktivisme yaitu :
      1. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya
      2. Belajar merupakan penasiran personal tentang dunia
      3. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna diembangkan berdasarkan pengalaman
      4. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan makna melalui berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi
      5. Belajar harus disituasikan dalam kehidupan yang nyata.

      Langkah Pelaksanaan Pendekatan Konstruktivisme
      Langkah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, menurut Nurhadi (2003:39) bahwa penerapan konstruktivisme muncul dengan lima langkah pembelajaran yaitu sebagai berikut:
      1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada
      2. Pengetahuan awal yang sudah dimiliki peserta didik akan menjadi dasar awal untuk mempelajari informasi baru. Langkah ini dapat dilakukan dengan cara pemberian pertanyaan terhadap materi yang akan dibahas.
      3. Pemerolehan pengetahuan baru
      4. Pemerolehan pengetahuan perlu dilakukan secara keseluruhan tidak dalam paket yang terpisah-pisah.
      5. Pemahaman pengetahuan
      6. Siswa perlu menyelidiki dan menguji semua hal yang memungkinkan dari pengetahuan baru siswa.
      7. Menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh
      8. Siswa memerlukan waktu untuk memperluas dan memperhalus stuktur pengetahuannya dengan cara memecahkan masalah yang di temui.
      9. Melakukan refleksi.
      10. Pengetahuan harus sepenuhnya dipahami dan diterapkan secara luas, maka pengetahuan itu harus dikontekstualkan dan hal ini memerlukan refleksi.
      Sedangkan menurut Kunandar (2007:307) langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme antara lain :
      1. carilah dan gunakanlah pertanyaan dan gagasan siswa untuk menuntun pelajaran dan keseluruhan unit pembelajaran
      2. Biarkan siswa mengemukakan gagasan-gagasan mereka dulu
      3. Kembangkan kepemimpinan, kerja sama, pencarian informasi, dan aktivitas siswa sebagai hasil dalam proses belajar
      4. Gunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan proses pembelajaran
      5. Kembangkan penggunakan alternatif sumber informasi baik dalam bentuk bahan tertulis maupun bahan-bahan para pakar.
      6. Usahakan agar siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa
      7. Carilah gagasan-gagasan siswa sebelum guru menyajikan pendapatnya.
      8. Buatlah agar siswa tertantang dengan konsepi dan gagasan-gagasan mereka sendiri
      9. Sediakan waktu cukup untuk berefleksi dan menganalisis menghormati gagasan siswa
      10. Doronglah siswa untuk melakukan analisis sendiri, mengumpulkan bukti nyata untuk mendukung gagasannya sesuai dengan pengetahuan baru yang dipelajarinya
      11. Gunakanlah masalah yang diidentifikasikan oleh siswa sesuai dengan minantya dan dampak yang akan ditimbulkannya
      12. Gunakan sumber-sumber lokal sebagai sumber informasi asli yang digunakan dalam pemecahan masalah.
      13. Libatkan siswa dalam mencari pemecahan masalah yang ada dalan kenyataan.
      14. Perluas belajar seputar jam pelajaran, ruangan kelas, dan lingkungan sekolah.
      15. Pusatkan perhatian pada dampak sains pada setiap individu siswa
      16. Tekankan kesadaran karir terutama yang berhubungan dengan sains dan teknologi”.

      Kelebihan Pendekatan Konstruktivisme
      Dalam penerapannya, pendekatan konstruktivisme memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Ella (2004:55) menjelaskan bahwa pendekatan konstruktivisme membantu siswa menguasai tiga hal , yaitu:
      1. Siswa diajak memahami dan menafsirkan kenyataan dan pengalamannya yang berbeda.
      2. Siswa lebih mampu mengatasi masalah dalam kehidupan nyata.
      3. Pemahaman konstruktivisme, yaitu membangun dan mengetahui bagaimana menggunakan pengetahuan dan keahlian dalam situasi kehidupan nyata.
      Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme memiliki berbagai kelebihan antara lain:
      1. Dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme siswa akan aktif dalam pembelajaran
      2. Menjadikan proses pembelajaran tersebut menyenangkan dan lebih bermakna bagi siswa
      3. Siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya
      4. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan sehingga siswa tidak cepat bosan belajar
      5. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka, karena setiap jawaban siswa ada penilaiannya
      6. Memupuk kerjasama dalam kelompok.
      Dengan adanya kelebihan pada pendekatan konstruktivisme ini maka siswa di harapkan dapat menyelesaikan masalah dengan berbagai cara, jadi peserta didik akan terlatih untuk dapat menerapkannya dengan situasi yang berbeda atau baru.

      Kekurangan Pendekatan Konstruktivisme
      Selain memiliki kelebihan pendekatan konstruktivisme juga memiliki kekurangan. Namun kekurangan ini dapat kita atasi seperti:
      1. Siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya
      2. Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah
      3. Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar dalam menanti temannya yang belum selesai.
      Dari uraian tadi dapat disimpulkan kelemahan pendekatan konstruktivisme dapat ditolerir, maka guru hendaknya dapat membimbing siswa agar dapat menemukan jawabannya, kemudian guru menambah waktu belajar bagi siswa yang lemah dalam proses pembelajaran, serta memberikan nasehat agar menghargai teman dalam belajar Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
    5. Pendekatan Deduktif
    6. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif terkadang sering disebut pembelajaran tradisional yaitu guru memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Dalam bidang ilmu sains dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama siswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan.
      Menurut Setyosari (2010:7) menyatakan bahwa “Berpikir deduktif merupakan proses berfikir yang didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dengan menggunakan logika tertentu.”
      Hal serupa dijelaskan oleh Sagala (2010:76) yang menyatakan bahwa: Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaaan umum kekeadaan yang khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus.
      Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa “Pendekatan deduktif merupakan pemberian penjelasan tentang prinsip-prinsip isi pelajaran, kemudian dijelaskan dalam bentuk penerapannya atau contoh-contohnya dalam situasi tertentu.”
      Dalam pendekatan deduktif menjelaskan hal yang berbentuk teoritis kebentuk realitas atau menjelaskan hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat khusus. Disini guru menjelaskan teori-teori yang telah ditemukan para ahli, kemudian menjabarkan kenyataan yang terjadi atau mengambil contoh-contoh.
      Dari penjelasan beberapa teori dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan deduktif adalah cara berfikir dari hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.

      Penggunaan Pendekatan Deduktif
      Menurut Yamin (2008:89) pendekatan deduktif dapat dipergunakan bila:
      1. Siswa belum mengenal pengetahuan yang sedang dipelajari,
      2. Isi pelajaran meliputi terminologi, teknis dan bidang yang kurang membutuhkan proses berfikir kritis,
      3. Pengajaran mengenai pelajaran tersebut mempunyai persiapan yang baik dan pembicaraan yang baik,
      4. Waktu yang tersedia sedikit.

      Langkah-langkah Pendekatan Deduktif
      Menurut Sagala (2010:76) langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan deduktif dalam pembelajaran adalah
      1. Guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif,
      2. Guru menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap dengan definisi dan contoh-contohnya,
      3. Guru menyajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara keadaan khusus dengan aturan prinsip umum,
      4. Guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus itu merupakan gambaran dari keadaan umum.

      Kelebihan Pendekatan Deduktif
      Adapun kelebihan dari pendekatan deduktif dibandingkan dengan pendekatan lain adalah :
      1. Tidak memerlukan banyak waktu.
      2. Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan kedalam soal-soal atau masalah yang konkrit.

      Kelemahan Pendekatan Deduktif
      Kelemahan pendekatan deduktif antara lain:
      1. Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna matematika dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan siswa baru bisa memahami konsep setelah disajikan berbagai contoh.
      2. Siswa sulit memahami pembelajaran matematika yang diberikan karna siswa menerima konsep matematika yang secara langsung diberikan oleh guru.
      3. Siswa cenderung bosan dengan pembelajaran dengan pendekatan deduktif, karna disini siswa langsung menerima konsep matematika dari guru tanpa ada kesempatan menemukan sendiri konsep tersebut.
      4. Konsep tidak bisa diingat dengan baik oleh siswa.

    7. Pendekatan Induktif
    8. Berbeda dengan pendekatan deduktif yang menyimpulkan permasalahan dari hal-hal yang bersifat umum, maka pendekatan induktif (inductif approach) menyimpulkan permasalahan dari hal-hal yang bersifat khusus.. Metode induktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus.
      Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum. Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus menuju keadaan umum.
      Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa: Pendekatan induktif dimulai dengan pemberian kasus, fakta, contoh, atau sebab yang mencerminkan suatu konsep atau prinsip. Kemudian siswa dibimbing untuk berusaha keras mensintesiskan, menemukan, atau menyimpulkan prinsip dasar dari pelajaran tersebut.
      Mengajar dengan pendekatan induktif adalah cara mengajar dengan cara penyajian kepada siswa dari suatu contoh yang spesifik untuk kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu aturan prinsip atau fakta yang pasti.
      Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan induktif adalah pendekatan pengajaran yang berawal dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu kesimpulan, prinsip atau aturan.

      Penggunaan Pendekatan Induktif 
      Menurut Yamin (2008:90) pendekatan induktif tepat digunakan manakala:
      1. Siswa telah mengenal atau telah mempunyai pengalaman yang berhubungan dengan mata pelajaran tersebut,
      2. Yang diajarkan berupa keterampilan komunikasi antara pribadi, sikap, pemecahan, dan pengambilan keputusan,
      3. Pengajar mempunyai keterampilan fleksibel, terampil mengajukan pertanyaan terampil mengulang pertanyaan, dan sabar,
      4. Waktu yang tersedia cukup panjang.

      Langkah-langkah Pembelajaran Pendekatan Induktif
      Menurut Sagala (2010:77) langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model pembelajaran dengan pendekatan induktif yaitu:
      1. Memilih dan mementukan bagian dari pengetahuan (konsep, aturan umum, prinsip dan sebagainya) sebagai pokok bahasan yang akan diajarkan.
      2. Menyajikan contoh-contoh spesifik dari konsep, prinsip atau aturan umum itu sehingga memungkinkan siswa menyusun hipotesis (jawaban sementara) yang bersifat umum.
      3. Kemudian bukti-bukti disajikan dalam bentuk contoh tambahan dengan tujuan membenarkan atau menyangkal hipotesis yang dibuat siswa.
      4. Kemudian disusun pernyataan tentang kesimpulan misalnya berupa aturan umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah tersebut, baik dilakukan oleh guru atau oleh siswa.

      Kelebihan Pendekatan Induktif
      Adapun kelebihan dari pendekatan induktif dibandingkan dengan pendekatan antara lain adalah :
      1. Memberikan kesempatan pada siswa untuk berusaha sendiri atau menemukan sendiri suatu konsep sehingga akan diingat dengan lebih baik.
      2. Murid memahami sifat atau rumus melalui serangkaian contoh. Kalau terjadi keraguan mengenai pengertian dapat segera diatasi sejak masih awal.
      3. Dapat meningkatkan semangat belajar siswa.
      Kelemahan Pendekatan Induktif
      Kelemahan dari pendekatan induktif antara lain :
      1. Memerlukan banyak waktu.
      2. Kadang-kadang hanya sebagian siswa yang terlibat secara aktif.
      3. Sifat dan rumus yang diperoleh masih memerlukan latihan atau aplikasi untuk memahaminya.
      4. Secara matematik (formal) sifat atau rumus yang diperoleh dengan pendekatan induktif masih belum menjamin berlaku umum.

    9. Pendekatan Konsep
    10. Pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik meguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi).. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.
      Pendekatan Konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh. 

      Ciri-ciri suatu konsep adalah
      1. Konsep memiliki gejala-gejala tertentu
      2. Konsep diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman langsung
      3. Konsep berbeda dalam isi dan luasnya
      4. Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan pengalaman-pengalaman
      5. Konsep yang benar membentuk pengertian
      6. Setiap konsep berbeda dengan melihat ciri-ciri tertentu
      Kondisi-kondisi yang dipertimbangkan dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan konsep adalah:
      1. Menanti kesiapan belajar, kematangan berpikir sesuai denaan unsur lingkungan.
      2. Mengetengahkan konsep dasar dengan persepsi yang benar yang mudah dimengerti.
      3. Memperkenalkan konsep yang spesifik dari pengalaman yang spesifik pula sampai konsep yang kompleks.
      4. Penjelasan perlahan-lahan dari yang konkret sampai ke yang abstrak.

      Langkah-langkah mengajar dengan pendekatan konsep
      Langkah-langkah mengajar dengan pendekatan konsep melalui 3 tahap yaitu,
      1. Tahap Enaktik
      2. Tahap enaktik dimulai dari:
        • Pengenalan benda konkret.
        • Menghubungkan dengan pengalaman lama atau berupa pengalaman baru.
        • Pengamatan, penafsiran tentang benda baru.
      3. Tahap Simbolik
      4. Tahap simbolik siperkenalkan dengan: Simbol, lambang, kode, seperti angka, huruf. kode, seperti (?=,/) dll. Membandingkan antara contoh dan non-contoh untuk menangkap apakah siswa cukup mengerti akan ciri-cirinya. Memberi nama, dan istilah serta defenisi.
      5. Tahap Ikonik
      6. Tahap ini adalah tahap penguasaan konsep secara abstrak, seperti: Menyebut nama, istilah, definisi, apakah siswa sudah mampu mengatakannya.
    11. Pendekatan Proses
    12. Pendekatan proses merupakan pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses.
      Pendekatan proses adalah pendekatan yang berorientasi pada proses bukan hasil. Pada pendekatan ini peserta didik diharapkan benar-benar menguasai proses. Pendekatan ini penting untuk melatih daya pikir atau mengembangkan kemampuan berpikir dan melatih psikomotor peserta didik. Dalam pendekatan proses peserta didik juga harus dapat mengilustrasikan atau memodelkan dan bahkan melakukan percobaan. Evaluasi pembelajaran yang dinilai adalah proses yang mencakup kebenaran cara kerja, ketelitian, keakuratan, keuletan dalam bekerja dan sebagainya. 
      Kelebihan Pendekatan Proses
      Keunggulan/Kelebihan pendekatan proses adalah :
      1. Memberi bekal cara memperoleh pengetahuan, hal yang sangat penting untuk pengembangan pengetahuan dan masa depan.
      2. Pendahuluan proses bersifat kreatif, siswa aktif, dapat meningkatkan keterampilan berfikir dan cara memperoleh pengetahuan.
      Kelemahan Pendekatan Proses
      Kelemahan pendekatan proses adalah :
      1. Memerlukan banyak waktu sehingga sulit untuk dapat menyelesaikan pengajaran yang ditetapkan dalam kurikulum.
      2. Memerlukan fasilitas yang cukup baik dan lengkap sehingga tidak semua sekolah dapat menyediakannya.
      3. Merumuskan masalah, menyusun hipotesis, merancangkan suatu percobaan untuk memperoleh data yang relevan adalah pekerjaan yang sulit, tidak semua siswa mampu melaksanakannya.

    13. Pendekatan Open - Ended
    14. Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan denganOpen-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.
      Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.

      Kelebihan pendekatan Open–Ended.
      Dalam pendekatan open-ended guru memberikan permasalah kepada siswa yang solusinya tidak perlu ditentukan hanya melalui satu jalan. Guru harus memanfaatkan keragaman cara atau prosedur yang ditempuh siswa dalam menyelesaikan masalah. Hal tersebut akan memberikan pengalaman pada siswa dalam menemukan sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan cara berfikir matematik yang telah diperoleh sebelumnya. Ada beberapa kelebihan dari pendekatan ini, antara lain:
      1. Siswa memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara lebih aktif serta memungkinkan untuk mengekspresikan idenya.
      2. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak menerapkan pengetahuan serta keterampilan matematika secara komprehensif.
      3. Siswa dari kelompok lemah sekalipun tetap memiliki kesempatan untuk mengekspresikan penyelesaian masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri.
      4. Siswa terdorong untuk membiasakan diri memberikan bukti atas jawaban yang mereka berikan.
      5. Siswa memiliki banyak pengalaman, baik melalui temuan mereka sendiri maupun dari temannya dalam menjawab permasalahan.
      Kelemahan Pendekatan Open–Ended.
      Disamping kelebihan yang dapat diperoleh dari pendekatan open-ended, terdapat juga beberapa kelemahan, diantaranya:
      1. Sulit membuat atau menyajikan situasi masalah matematika yang bermakna bagi siswa.
      2. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahamai siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
      3. Karena jawaban bersifat bebas, siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
      4. Mungkin ada sebagian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.

    15. Pendekatan Saintific
    16. Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘mengapa’.
      Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘bagaimana’. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’.Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
      Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (saintifik appoach) dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. 

      Tujuan Pembelajaran Pendekatan Saintific
      Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah:
      1. untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
      2. untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.
      3. terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
      4. diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
      5. untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah
      6. Untuk mengembangkan karakter siswa

      Prinsip Pendekatan Saintific
      Prinsip-prinsip dalam pembelajaran dengan pendekatan saintific antara lain :
      1. pembelajaran berpusat pada siswa
      2. pembelajaran membentuk students’ self concept
      3. pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari, mnganalisis, menyimpulkan konsep, pengetahuan, dan prinsip.
      4. pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa
      5. Pembelajaran meningkatkan motivasi

      Langkah-langkah Pendekatan Saintific
      Pembelajaran saintifik terdiri atas lima langkah, yaitu :
      1. Observing (mengamati), Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat)
      2. Questioning (menanya), Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik)
      3. Associating (menalar), mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan
      4. Experimenting (mencoba), Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
      5. Networking (membentuk Jejaring/ mengkomunikasikan), Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya

    17. Pendekatan Realistik
    18. Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan olehHans Frudenthal di Belanda. Realistic Mathematics Education (RME) adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real’ bagi siswa, menekankan ketrampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehinggga mereka dapat menemukan sendiri (‘student inventing’ sebagai kebalikan dari ‘teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun secara kelompok. (Zulkardi, 2009)
      Pengertian pendekatan realistik menurut Sofyan, (2007: 28) “sebuah pendekatan pendidikan yang berusaha menempatkan pendidikan pada hakiki dasar pendidikan itu sendiri”.
      Menurut Sudarman Benu, (2000: 405) “pendekatan realistik adalah pendekatan yang menggunakan masalah situasi dunia nyata atau suatu konsep sebagai titik tolak dalam belajar matematika”. Matematika Realistik yang telah diterapkan dan dikembangkan di Belanda teorinya mengacu pada matematika harus dikaitkan dengan realitas dan matematika merupakan aktifitas manusia.
      Dalam pembelajaran melalui pendekatan realistik, strategi- strategi informasi siswa berkembang ketika mereka menyeleseikan masalah pada situasi- situsi biasa yang telah diakrapiniya, dan keadaan itu yang dijadikannya titik awal pembelajaran pendekatan realistik atau Realistic Mathematic Education(RME) juga diberi pengertian “cara mengajar dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelediki dan memahami konsep matematika melalui suatu masalah dalam situasi yang nyata”. (Megawati, 2003: 4). Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran bermakna bagi siswa.
      Realistic Mathematic Education(RME) adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak pada hal- hal yang real bagi siswa(Zulkardi). Teori ini menekankan ketrampilan proses, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri(Student Invonting), sebagai kebalikan dari guru memberi(Teaching Telling) dan pada akhirnya murid menggunakan matematika itu untuk menyeleseikan masalah baik secara individual ataupun kelompok.
      Pada pendekatan Realistik peran guru tidak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator. Sementara murid berfikir, mengkomunikasikan argumennya, mengklasifikasikan jawaban mereka, serta melatih saling menghargai strategi atau pendapat orang lain.
      Menurut De Lange dan Van Den Heuvel Parhizen, RME ini adalah pembelajaran yang mengacu pada konstruktifis sosial dan dikhususkan pada pendidikan matematika.(Yuwono: 2001)
      Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa RME atau pendekatan Realistik adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sehari- hari sebagai sumber inspirasi dalam pembentukan konsep dan mengaplikasikan konsep- konsep tersebut atau bisa dikatakan suatu pembelajaran matematika yang berdasarkan pada hal- hal nyata atau real bagi siswa dan mengacu pada konstruktivis sosial.

      Tujuan Pendekatan Realistik (RME)
      Tujuan Pembelajaran Matematika Realistik sebagai berikut:
      1. Menjadikan matematika lebih menarik,relevan dan bermakna,tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak
      2. .
      3. Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa.
      4. Menekankan belajar matematika “learning by doing”.
      5. Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika tanpa menggunakan penyelesaian yang baku.
      6. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika.
      7. (kuiper&kouver,1993)

      Prinsip-Prinsip Pendekatan Realistik (RME)
      Terdapat 5 prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu:
      1. Menggunakan konsep atau situasi.
      2. Menggunakan model : "model of" dan "model for"
      3. Menggunakan hasil pemikiran siswa sendiri.
      4. Interactivity.
      5. Intertwinning (saling mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya).

      Gravemeijer(dalam Fitri. 2007: 10) menyebutkan tiga prinsip kunci dalam pendekatan realistik, ketiga kunci tersebut adalah:
      • Penemuan kembali secara terbimbing/ matematika secara progresif(Gunded Reinvention/ Progressive matematizing). Dalam menyeleseikan topik- topik matematika, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama, sebagai koknsep- konsep matematika dikemukakan. Siswa diberikan masalah nyata yang memungkinkan adanya penyeleseian yang berbeda.
      • Didaktif yang bersifat fenomena(didaktial phenomology) topik matematika yang akan diajarkan diupayakan berasal dari fenomenan sehari-hari.
      • Model yang dikembangkan sendiri(self developed models) dalam memecahkan ‘contextual problem”, mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri. Pengembangan model ini dapat berperan dalam menjembatani pengetahuan informal dan pengetahuan formal serta konkret dan abstrak.

      Karakteristik Pendekatan Realistik (RME)
      Menurut Grafemeijer (dalam fitri, 2007: 13) ada 5 karakteristik pembelajaran matematika realistik, yaitu sebagai berikut:
      1. Menggunakan masalah kontekstual
      2. Masalah konsektual berfungsi sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana matematika yang digunakan dapat muncul. Bagaimana masalah matematika itu muncul(yang berhubungan dengan kehidupan sehari- hari).
      3. Menggunakan model atau jembatan
      4. Perhatian diarahkan kepada pengembangan model, skema, dan simbolisasi dari pada hanya mentrasfer rumus. Dengan menggunakan media pembelajaran siswa akan lebih faham dan mengerti tentang pembelajaran aritmatika sosial.
      5. Menggunakan kontribusi siswa
      6. Kontribusi yang besar pada saat proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi murid sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal ke arah metode yang lebih formal. Dalam kehidupan sehari- hari diharapkan siswa dapat membedakan pengunaan aritmatika sosial terutama pada jual beli. Contohnya: harga baju yang didiskon dengan harga baju yang tidak didiskon.
      7. Interaktivitas
      8. Negosiasi secara eksplisit, intervensi, dan evaluasi sesama murid dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jembatan untuk menncapai strategi formal. Secara berkelompok siswa diminta untuk membuat pertanyaan kemudian diminta mempresentasikan didepan kelas sedangkan kelompok yang lain menanggapinya. Disini guru bertindak sebagai fasilitator.
      9. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya(bersifat holistik)
      10. Aritmatika sosial tidak hanya terdapat pada pembelajaran matematika saja, tetapi juga terdapat pada pembelajaran yang lainnya, misalnya pada akutansi, ekonomi, dan kehidupan sehari- hari.

      Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
      Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta dengan memperhatikan pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun suatu langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan PMR yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
      • Langkah 1: Memahami masalah kontekstual
      • yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut,serta memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan masalah yang belum di pahami. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi
      • Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual
      • jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami
      • Langkah 3 : Menyelesaikan masalah
      • Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model
      • Langkah 4 : Membandingkan jawaban
      • Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman sebangkunya, bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi bantuan jika dibutuhkan. Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu. Karena di sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya.
        Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok berpasangan. Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi
      • Langkah 5: Menyimpulkan
      • Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.

      Kelebihan Pembelajaran Matematika Realistik
      Beberapa keunggulan/kelebihan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:
      1. Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak tampak.
      2. Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.
      3. Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah didapatkan.
      4. Guru ditantang untuk mempelajari bahan.
      5. Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.
      6. Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai.

      Kelemahan Pembelajaran Matematika Realistik
      Beberapa kelemahan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:
      1. Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar(40- 45 orang).
      2. Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi pelajaran.
      3. Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu memahami materi pelajaran.
    19. Pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat
    20. Pendekatan Science, Technology and Society (STS) atau pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat (STM) merupakan gabungan antara pendekatan konsep, keterampilan proses, Inkuiri dan diskoveri serta pendekatan lingkungan. Istilah Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam bahasa Inggris disebut Sains Technology
      Society (STS), Science Technology Society and Environtment (STSE) atau Sains Teknologi Lingkungan dan Masyarakat. Meskipun istilahnya banyak namun sebenarnya intinya sama yaitu Environtment, yang dalam berbagai kegiatan perlu ditonjolkan. Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu yang ada di masyarakat. Adapun tujuan dari pendekatan STM ini adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat serta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang telah diambilnya.
      Filosofi yang mendasari pendekatan STM adalah pendekatan konstruktivisme, yaitu peserta didik menyusun sendiri konsep-konsep di dalam struktur kognitifnya berdasarkan apa yang telah mereka ketahui.

Jumat, 12 April 2013

Model Pembelajaran ADDIE


Sejak enam puluh tahun terkahir lebih dari 100 model pembelajaran bermunculan masing-masing menganut satu atau beberapa teori belajar. Salah satu model pembelajaran tersebut dikenal dengan model ADDIE. Model ADDIE adalah model yang mudah diterapkan di mana proses yang digunakan bersifat sistematis dengan kerangka kerja yang jelas menghasilkan produk yang efektif, kreatif, dan efisien (ANGEL Learning, 2008). Model ADDIE memiliki lima langkah pembelajaran yaitu analyze, design, develop, implement, dan evaluate. Model ADDIE adalah desain/model pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam mengembangkan proses sains, bersifat kooperatif, fleksibel, menyesuaikan dengan lingkungan belajar yang berorientasikan pada struktur implementasi. Pandangan dari teori konstruktivis tentang desain sistem pengajaran sering dinyatakan melalui model pembelajaran ADDIE.

Siswa selalu dihadapkan pada arus informasi yang begitu pesat pada era globalisasi saat ini. Untuk itu, diharapkan adanya literasi terhadap sain dan teknologi dari diri siswa dalam menyikapi berbagai fenomena yang ditemui, sehingga keterampilan dalam mengadaptasi informasi menjadi lebih baik. Pemahaman terhadap sain diorientasikan pada terbentuknya sikap sosial dan kooperatif yang ditujukan kepada siswa dalam memperoleh keterampilan untuk mengakses dan menggunakan informasi lebih dibandingkan dengan penyampaian pengetahuan dari guru ke siswa. Metode pembelajaran konvensional telah gagal memenuhi kebutuhan masyarakat modern dalam hal pemenuhan kualitas pendidikan. Menurut Yager (dalam Sadia, Subagia, & Natajaya, 2007) ciri-ciri dari individu siswa yang literasi sains dan teknologi antara lain: 1) memiliki kemampuan sebagai pengambil keputusan (decision maker); 2) dalam membuat keputusan sehari-hari ia menggunakan konsep sains, keterampilan proses sains, dan nilai sains; 3) menyadari keunggulan dan keterbatasan sains dan teknologi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat; 4) menyadari dan memahami interrelasi dan saling ketergantungan (interdependency) antara sains, teknologi, dan masyarakat; 5) memahami dan dapat mengantisipasi dampak-dampak negatif sains dan teknologi; 6) memiliki sikap positif terhadap sains dan teknologi; 7) mengenal sumber-sumber sains dan teknologi yang dapat dipercaya dan menggunakannya dalam membuat keputusan. Dari ciri-ciri tersebut terakomodasi kemampuan dan keterampilan berpikir kritis.

Model pembelajaran ADDIE menganut teori model desain sistem instruksional karena model ini merupakan model yang bersifat sistematis. Menurut Gustafson & Branch (dalam Akubulut, 2007), desain instruksional merupakan sebuah sistem prosedur dalam program pengembangan pendidikan dan pengajaran yang bersifat konsisten dan reliabel. Definisi ringkas dari model instruksional adalah cabang desain pembelajaran yang menekankan pada teori dan praktek melalui pengembangan prosedur yang sistematis. Rancangan instruksional dapat ditunjukkan oleh beberapa prinsip antara lain: kedisiplinan, termasuk psikologi pendidikan, ilmu pengetahuan kognitif, teori sistem, komunikasi, filosofi, antropologi, dan teori organisasi (Molenda, 2003). Pembelajaran yang efektif dimulai dari perencanaan yang efektif pula. Desain instruksional menyediakan proses yang sistematis untuk merencanakan proses pembelajaran. Sistem instruksional merupakan susunan sumber dan prosedur dalam memajukan hasil belajar (Chen, 2007).

Prinsip desain pembelajaran dapat digambarkan dari beberapa perbedaan disiplin ilmu seperti psikologi pembelajaran, kognitif sain, dan teori sistem (Harjanto, 2006). Model kognitif untuk desain pembelajaran menekankan pada bagaimana kemampuan kognitif siswa dan sikap dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Siswa dilatih untuk menggunakan memori berpikirnya dalam memproses dan membangun sendiri cara belajar dalam menyimpan dan memanipulasi gagasan, gambaran, dan ide yang dimilikinya. Dari perspektif kognitif inilah, ketika mendesain sebuah pembelajaran, perancang pembelajaran mestinya mengartikulasi tujuan pembelajaran dan objektivitas pembelajaran, mengklasifikasikan tujuan yang ingin dicapai, rangkaian aktifitas logika pembelajaran, dan menilai untuk memberi apresiasi terhadap kelangsungan/ketercapaian tujuan pembelajaran. Ketika menerapkan pembelajaran yang telah dirancang, guru hendaknya menginformasikan tujuan dan objek pembelajaran, menilai prasyarat pembelajaran, merangang keingintahuan siswa, menyediakan pedoman belajar, memancing siswa dalam menunjukkan kinerja yang optimal, memberi balikan, dan menaksir hasil di akhir pembelajaran (Katrin, 2007).

Metode pengajaran yang dilaksanakan dalam model ADDIE meliputi melaksanakan studi kasus, diskusi pemikiran kritis, pembelajaran berbasis masalah, proyek laboratorium, inkuiri terbimbing (Yang, 2008). Banathy (dalam Akubulut, 2007) menyatakan sistem pada model ADDIE merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dari setiap elemen yang berinteraksi satu sama lain. Sistem memiliki: (1) saling bergantung satu sama lain, artinya tidak ada unsur-unsur yang terpisah dari sistem, (2) synergistic, artinya semua unsur dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan unsur tersebut berjalan sendiri-sendiri, (3) dinamis, artinya sistem dapat berubah mengikuti kondisi lingkungan, dan (4) cybernetic, artinya unsur-unsur melakukan komunikasi secara efisien.

Beberapa desain proses pembelajaran sistematis telah dianjurkan. Semua proses mengikuti unsur-unsur penting dalam pembelajaran, yaitu: digunakan untuk menganalisis permasalahan dari keperluan rancangan solusi sampai pada penilaian, melalui desain dapat mencapai sasaran hasil belajar yang telah ditetapkan, mengembangkan kegiatan eksperimen yang telah direncanakan, menerapkan atau mencari bukti ilmiah yang berkaitan dengan hipotesis yang telah dikembangkan, dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan sebagai bahan revisi hipotesis yang telah ditetapkan.

Peranan guru dalam proses pembelajaran begitu penting. Ketika ilmu pengetahuan masih terbatas, ketika penemuan teknologi belum berkembang sampai sekarang ini, maka peranan utama guru di sekolah adalah menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan. Sehingga guru disebut sebagai sumber belajar (learning resources) bagi siswa. Siswa akan belajar apa yang keluar dari mulut guru. Oleh karena itu, ada pepatah yang menyebutkan bagaimanapun pintarnya siswa, maka tidak mungkin dapat mengalahkan pintarnya guru. Namun, dalam abad teknologi dan informasi sekarang ini, pepatah tersebut sudah mengalami anomali, karena siswa dapat mempelajari ilmu pengetahuan dari berbagai sumber.

Namun demikian, bagaimanapun hebatnya kemajuan teknologi, peran guru akan tetap diperlukan. Perkembangan teknologi informasi yang notabene bisa memudahkan manusia mencari dan mendapatkan informasi dan pengetahuan, tidak mungkin dapat mengganti peran guru. Peran guru yang mesti dilaksanakan adalah sebagai sumber belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, motivator, dan evaluator.

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku (Sanjaya, 2008). Namun perubahan tingkah laku tersebut tidak serta merta dapat diamati karena berhubungan dengan sistem syaraf dan perubahan energi yang sulit dilihat dan diraba. Oleh sebab itu, terjadinya proses perubahan tingkah laku merupakan suatu misteri, atau para ahli psikologi menamakannya sebagai kotak hitam (black box). Namun demikian, perubahan ini dapat diamati apakah seseorang telah belajar atau belum, yaitu dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, seperti Gambar

.


Pada Gambar tersebut dinyatakan bahwa ketika anak sebelum mengalami proses belajar ADDIE, ia memiliki pengetahuan awal terhadap materi tertentu “X0” tetapi setelah ia mengalami proses pembelajaran ADDIE maka ia menjadi konsepsi ilmiah berupa keterampilan berpikir kritis “X1”.

Efektivitas pembelajaran atau belajar tidaknya seseorang tidak hanya dapat dilihat dari aktivitasnya, tetapi dapat dilihat dari segi adanya perubahan tingkah laku dari sebelum dan sesudah terjadi proses pembelajaran. Seorang siswa sepertinya aktif belajar seperti memperhatikan guru, rapinya membuat catatan, belum tentu ia belajar dengan baik manakala tidak mampu menunjukkan adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku di sini merujuk pada perubahan keterampilan berpikir kritis yang dimiliki siswa. Proses yang dilalui oleh siswa selama pembelajaran memiliki komponen yang kompleks yang menyangkut tujuan, isi/materi, metode, media, dan alat evaluasi. Kesemua komponen itu saling bersinergi satu sama lain.

Model ADDIE yang digunakan dalam proses pembelajaran memperhatikan tujuan, isi, metode, media, dan evaluasi. Semua komponen tersebut terintegrasi dalam sistem proses pembelajaran. Sebagai suatu sistem perlunya analisis berbagai komponen yang membentuk sistem proses pembelajaran, seperti Gambar dibawah

Minggu, 31 Maret 2013

TEORI-TEORI BELAJAR


TEORI-TEORI BELAJAR

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tulisan ini akan dikemukakan lima  jenis teori belajar, yaitu: (A) teori behaviorisme; (B) teori belajar kognitif menurut Piaget; (C) teori pemrosesan informasi dari Gagne, (D) teori belajar gestalt,  dan (E) teori belajar alternative Konstruktivis.
A. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Thorndike melakukan eksperimen terhadap kucing, dari hasil eksperimennya dihasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1)      Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2)      Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3)      Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1)      Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2)      Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1)      Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2)      Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

B. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1)      Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2)      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3)      Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4)      Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5)      Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

D. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
1)      Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
2)      Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
3)      Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
4)      Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
5)      Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
1)      Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
2)      Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3)      Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
4)      Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1)      Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2)      Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3)      Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4)      Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5)      Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

E. Teori Belajar Alternatif Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain.Sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Hasil belajar bergantung pada pengalaman dan perspektif yang dipakai dalam interpretasi pribadi. Sebaliknya, fungsi pikiran menginterpretasi peristiwa, obyek, perspektif yang dipakai, sehingga makna hasil belajar bersifat individualistik. Suatu kegagalan dan kesuksesan dilihat sebagai beda interpretasi yang patut dihargai dan sukses belajar sangat ditentukan oleh kebebasan siswa melakukan pengaturan dari dalam diri siswa. Tujuan pembelajaran adalah belajar how to learn. Penyajian isi KBM fakta diinterpretasi untuk mengkonstruksikan pemahaman individu melalui interaksi sosial.
Untuk mendukung kualitas pembelajaran maka sumber belajar membutuhkan data primer, bahan manipulatif dengan penekanan pada proses penalaran dalam pengambilan kesimpulan. Sistematika evaluasi lebih menekankan pada penyusunan makna secara aktif, keterampilan intergratif dalam masalah nyata, menggali munculnya jawaban divergen dan pemecahan ganda. Evaluasi dilihat sebagai suatu bagian kegiatan belajar mengajar dengan penugasan untuk menerapkan pengetahuan dalam konteks nyata sekaligus sebagai evaluasi proses untuk memecahkan masalah.
Selama ini masyarakat kita berada dalam suatu budaya dimana belajar dipandang sebagai suatu proses mengkonsumsi pengetahuan. Guru bukan sekadar fasilitator, melainkan sebagai sumber tunggal pengetahuan di depan kelas. Pembelajaran yang sedang dikampanyekan, disosialisasikan justru berbeda dengan pandangan tersebut. Belajar adalah suatu proses dimana siswa memproduki pengetahuan. Siswa menyusun pengetahuan, membangun makna (meaning making), serta mengkonstruksi gagasan. Pada dasarnya teori kontruktivisme menekankan bahwa belajar adalah meaning making atau membangun makna, sedang mengajar adalah schaffolding atau memfasilitasi. Oleh karena itu skenario suatu pembelajaran maupun kegiatan belajar mengajar yang hanya terhenti pada tahapan dimana siswa mengumpulkan data dan memperoleh informasi dari luar yakni guru, narasumber, buku, laboratorium dan lingkungan ke dalam ingatan siswa saja, belumlah cukup, karena siswa masih berada pada tingkatan mengkonsumsi pengetahuan. Karena itu perlu langkah-langkah yang menunjukkan tindakan siswa mengkonstruksi gagasan untuk memproduksi pengetahuan. Langkah-langkah inilah yang sedang disosialisasikan dua tahun terakhir



 

Blogger news

Blogroll

About